Wednesday, May 1, 2013

PEDULI ITU SOLUSI


        Mungkin ada sebagian orang menganggap aneh jika ada yang merasa lebih bahagia membantu orang lain ketimbang mendapat bantuan dari orang lain. Lebih aneh lagi bila ada yang menganggap bahwa masalah diri sendiri bisa diatasi dengan cara membantu mengatasi masalah orang lain.

Begitulah logika manusia yang dangkal. Mental berbagi, untuk beberapa kasus, dianggap aneh. Padahal sejauh apapun logika manusia, resep Allah SWT sebagai Sang Pencipta tak mungkin salah.

Resep itulah yang dibuktikan Rasulullah SAW ketika ditinggal oleh dua “penopang dakwah” yang paling Beliau harapkan kehadirannya. Keduanya adalah isterinya, Khadijah radhiyallahu ‘anhuma, dan pamannya, Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu. Masa duka yang panjang itu dikenal dengan ‘amul huzni.

Meski berada dalam kondisi sulit, Beliau tetap sangat dermawan kepada masyarakat Makkah yang memusuhi dan menzalimi Beliau. Kesabaran itu berbuah manis dengan datangnya solusi dari Allah SWT. Solusi tersebut tak pernah terjadi sepanjang sejarah manusia, baik sebelum maupun sesudahnya.

Solusi tersebut berupa peristiwa Isra' dan Mi'raj. Di atas langit tertinggi (sidratul muntaha) Allah SWT mengobati kesedihan dan menambah stamina Beliau dengan memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya, berbicara langsung dengan-Nya, dan menerima ibadah agung berupa shalat lima waktu.

Makhluk Penuh Masalah
Titah Allah SWT untuk kehidupan dan kematian manusia adalah memberi masalah (ujian). Tujuannya untuk membuktikan siapa di antara mereka yang terbaik amalnya. Allah SWT berfirman :
Alladzii khalaqal mauta wal hayata liyabluwa kum ayyukum ahsanu ‘amalan”
Terjemahnya: “(Dialah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. (Al-Mulk : [67] : 2)”

Atas dasar itulah ada yang memahami bahwa kehidupan manusia normal pasti diawali dengan tangisan. Ini tanda bahwa dia sedang merespon masalah. Sementara sang ibu saat itu malah tersenyum gembira.
Semakin tambah umur, semakin tambah pula masalah manusia. Kebutuhan fisik semakin meningkat, obsesi kian menumpuk, interaksi dengan manusia lain kerap menimbulkan masalah baru.

Bagaimana mengatasi masalah itu ? Bagaimana mendapat solusi terbaik ? Ternyata solusi yang diberikan Allah SWT sederhana saja. Bantulah orang lain dengan motivasi takwa. Mengapa demikian ? Beberapa alasan berikut patut untuk direnungkan.

1.      Allah SWT adalah Sang Penguji
Sudah mafhum bahwa sang penguji pasti lebih tahu jawaban atas ujian dari pada orang yang diuji. Allah SWT adalah penguji manusia. Maka, tentu Dia lebih tahu solusi masalah yang dihadapi manusia, baik diungkap secara langsung melalui Al-Qur'an, maupun diungkap melalui lisan (sunnah) Nabi-Nya.
Sikap normal manusia berakal tentu merujuk pada solusi yang diberikan Sang Pembuat Ujian. Ia tak mau berspekulasi mencari solusi di luar tuntunan Sang Pencipta karena ia tahu hasilnya tidak akan benar (irasional).

2.      Jaminan petunjuk Rasulullah SAW yang shahih
Dalam riwayat yang shahih, melalui lisan Nabi-Nya, Allah SWT menyatakan akan membantu manusia menyelesaikan masalah manakala manusia mau membantu saudaranya.
Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah SAW berkata, “Barangsiapa melepaskan seorang mukmin dari kesulitan dunia, maka Allah akan melepaskan­nya dari kesulitan pada Hari Kiamat. Barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba tersebut meno­long saudaranya sesama Muslim.”

Hikmah Solusi
Allah Maha Bijaksana. Karena itu akan ada segudang pelajaran dari upaya kita membantu orang lain, serta akan ada solusi atas masalah yang tengah kita hadapi. Di antara hikmah tersebut adalah :
1.      Menumbuhkan kesadaran akan kelemahan diri.
Manusia jelas tak akan mampu mengatasi masalahnya tanpa bantuan Allah SWT. Membantu orang lain pun ternyata akan mendatangkan bantuan dari Allah SWT.
2.      Membebaskan jiwa dari sifat-sifat buruk
Sifat-sifat buruk tersebut antara lain bakhil, egois, dan takabbur. Jiwa manusia kian luhur dan menuju kesempurnaan sebagai makhluk bila mereka meneladani akhlak Allah SWT.

Menurut Al-Qaradhawi, salah satu sifat Allah SWT adalah mencurahkan kebaikan dan rahmat tanpa disertai sedikit pun manfaat yang kembali untuk diri-Nya. Jika manusia berupaya sekuat tenaga merealisasikan sifat seperti itu maka dia sedang menuju puncak kesempurnaannya sebagai manusia.

Sementara menurut Imam Fakhruddin al-Razi, karakter suka membantu adalah bagian dari kekuatan ‘amaliyyah, yaitu salah satu dari dua kekuatan jiwa yang dimiliki makhluk hidup (al-nafs al-nathiqah). Adapun kekuatan jiwa yang satunya lagi adalah pengetahuan (nazhariyyah).

Dengan adanya kekuatan ‘amaliyyah itulah maka wajar bila Allah SWT mewajibkan kepada manusia untuk berzakat. Sebab, lewat berzakat, inti jiwa akan mencapai kesempurnaan. Zakat akan menumbuhkan sifat berbuat baik kepada sesama makhluk, berusaha memberikan berbagai manfaat, dan mengatasi berbagai kesulitan yang menimpa mereka. (al-­Tafsir al-Kabir : XVI / 101).

3.      Mengembalikan cara pandang yang keliru tapi dijadikan acuan.
Selama ini manusia terhormat dicirikan dengan banyak pembantu, bahkan mampu memaksa orang lain untuk membantunya. Padahal, kehormatan sejati manusia diukur dari ketakwaannya kepada Allah SWT. Indikator utamanya, secara horisontal, suka membantu orang lain.
Nabi SAW menegaskan, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat kepada manusia lain.” (Riwayat al-Daruquthni).

4.      Menyelamatkan manusia dari azab Allah SWT
Selamatnya manusia dari azab Allah SWT pada dasarnya bukan karena faktor kesalehan dirinya. Sebab, kata Nabi SAW, dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dan Abu Ya'la, “Sungguh telah mencegah azab Allah SWT. Jika tidak ada anak muda yang khusyu’, orang tua yang bungkuk, hewan-hewan yang mengeluarkan suara, dan bayi-bayi yang menyusu, niscaya Allah SWT benar-benar akan menurunkan azab kepada kalian.”

5.      Meraih ridha Allah SWT
Cita-cita tertinggi hamba beriman adalah meraih ridha Allah SWT. Di antara indikator keridhaan tersebut adalah adanya pujian dari-Nya.
Secara gamblang, Allah SWT telah memuji kaum Anshar atas kepedulian mereka kepada saudara-saudara mereka dari kaum Muhajirin, bahkan ketika mereka sendiri sangat membutuhkannya. Allah SWT berfirman :

“…Wala yajiduuna fi suduurihim hajatam mimmaa uutuu wayu’tsiruuna alaya anfusihim walau kana bihim khashashah…”
Terjemahnya: “... Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan...,“ (Al-Hasyr [59] : 9).

Ridha Allah SWT, sebagaimana diberikan-Nya kepada kaum Anshar lewat pujian itu, bisa kita peroleh juga lewat kegemaran membantu sesama.

Wallahu a'lam bish-Shawab***

Sumber : Suara Hidayatullah

No comments:

Post a Comment