Mungkin ada sebagian orang menganggap aneh jika ada yang
merasa lebih bahagia membantu orang lain ketimbang mendapat bantuan dari orang
lain. Lebih aneh lagi bila ada yang menganggap bahwa masalah diri sendiri bisa
diatasi dengan cara membantu mengatasi masalah orang lain.
Begitulah logika manusia yang dangkal. Mental berbagi, untuk
beberapa kasus, dianggap aneh. Padahal sejauh apapun logika manusia, resep
Allah SWT sebagai Sang Pencipta tak mungkin salah.
Resep itulah yang dibuktikan Rasulullah SAW ketika ditinggal
oleh dua “penopang dakwah” yang paling Beliau harapkan kehadirannya. Keduanya
adalah isterinya, Khadijah radhiyallahu
‘anhuma, dan pamannya, Abu Thalib radhiyallahu
‘anhu. Masa duka yang panjang itu dikenal dengan ‘amul huzni.
Meski berada dalam kondisi sulit, Beliau tetap sangat
dermawan kepada masyarakat Makkah yang memusuhi dan menzalimi Beliau. Kesabaran
itu berbuah manis dengan datangnya solusi dari Allah SWT. Solusi tersebut tak
pernah terjadi sepanjang sejarah manusia, baik sebelum maupun sesudahnya.
Solusi tersebut berupa peristiwa Isra' dan Mi'raj. Di atas
langit tertinggi (sidratul muntaha)
Allah SWT mengobati kesedihan dan menambah stamina Beliau dengan memperlihatkan
tanda-tanda kebesaran-Nya, berbicara langsung dengan-Nya, dan menerima ibadah
agung berupa shalat lima waktu.
Makhluk Penuh Masalah
Titah Allah SWT untuk kehidupan dan kematian manusia adalah
memberi masalah (ujian). Tujuannya untuk membuktikan siapa di antara mereka
yang terbaik amalnya. Allah SWT berfirman :
”Alladzii khalaqal
mauta wal hayata liyabluwa kum ayyukum ahsanu ‘amalan”
Terjemahnya:
“(Dialah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya. (Al-Mulk : [67] : 2)”
Atas dasar itulah ada yang memahami bahwa kehidupan manusia
normal pasti diawali dengan tangisan. Ini tanda bahwa dia sedang merespon
masalah. Sementara sang ibu saat itu malah tersenyum gembira.
Semakin tambah umur, semakin tambah pula masalah manusia.
Kebutuhan fisik semakin meningkat, obsesi kian menumpuk, interaksi dengan
manusia lain kerap menimbulkan masalah baru.
Bagaimana mengatasi masalah itu ? Bagaimana mendapat solusi
terbaik ? Ternyata solusi yang diberikan Allah SWT sederhana saja. Bantulah
orang lain dengan motivasi takwa. Mengapa demikian ? Beberapa alasan berikut
patut untuk direnungkan.
1. Allah SWT adalah Sang Penguji
Sudah mafhum bahwa sang penguji pasti lebih tahu jawaban atas
ujian dari pada orang yang diuji. Allah SWT adalah penguji manusia. Maka, tentu
Dia lebih tahu solusi masalah yang dihadapi manusia, baik diungkap secara
langsung melalui Al-Qur'an, maupun diungkap melalui lisan (sunnah) Nabi-Nya.
Sikap normal manusia berakal tentu merujuk pada solusi yang
diberikan Sang Pembuat Ujian. Ia tak mau berspekulasi mencari solusi di luar
tuntunan Sang Pencipta karena ia tahu hasilnya tidak akan benar (irasional).
2. Jaminan petunjuk Rasulullah SAW yang shahih
Dalam riwayat yang shahih, melalui lisan Nabi-Nya, Allah SWT menyatakan
akan membantu manusia menyelesaikan masalah manakala manusia mau membantu saudaranya.
Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah
SAW berkata, “Barangsiapa melepaskan
seorang mukmin dari kesulitan dunia, maka Allah akan melepaskannya dari
kesulitan pada Hari Kiamat. Barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang
berada dalam kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia
dan akhirat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, maka Allah akan
menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan selalu menolong hamba-Nya
selama hamba tersebut menolong saudaranya sesama Muslim.”
Hikmah Solusi
Allah Maha Bijaksana. Karena itu akan ada segudang pelajaran
dari upaya kita membantu orang lain, serta akan ada solusi atas masalah yang
tengah kita hadapi. Di antara hikmah tersebut adalah :
1. Menumbuhkan kesadaran akan kelemahan diri.
Manusia jelas tak akan mampu mengatasi masalahnya tanpa
bantuan Allah SWT. Membantu orang lain pun ternyata akan mendatangkan bantuan
dari Allah SWT.
2. Membebaskan jiwa dari sifat-sifat buruk
Sifat-sifat buruk tersebut antara lain bakhil, egois, dan
takabbur. Jiwa manusia kian luhur dan menuju kesempurnaan sebagai makhluk bila
mereka meneladani akhlak Allah SWT.
Menurut Al-Qaradhawi, salah satu sifat Allah SWT adalah
mencurahkan kebaikan dan rahmat tanpa disertai sedikit pun manfaat yang kembali
untuk diri-Nya. Jika manusia berupaya sekuat tenaga merealisasikan sifat
seperti itu maka dia sedang menuju puncak kesempurnaannya sebagai manusia.
Sementara menurut Imam Fakhruddin al-Razi, karakter suka
membantu adalah bagian dari kekuatan ‘amaliyyah,
yaitu salah satu dari dua kekuatan jiwa yang dimiliki makhluk hidup (al-nafs al-nathiqah). Adapun kekuatan
jiwa yang satunya lagi adalah pengetahuan (nazhariyyah).
Dengan adanya kekuatan ‘amaliyyah
itulah maka wajar bila Allah SWT mewajibkan kepada manusia untuk berzakat.
Sebab, lewat berzakat, inti jiwa akan mencapai kesempurnaan. Zakat akan menumbuhkan sifat berbuat baik kepada sesama
makhluk, berusaha memberikan berbagai manfaat, dan mengatasi berbagai kesulitan
yang menimpa mereka. (al-Tafsir al-Kabir
: XVI / 101).
3. Mengembalikan cara pandang yang keliru tapi
dijadikan acuan.
Selama ini manusia terhormat dicirikan dengan banyak
pembantu, bahkan mampu memaksa orang lain untuk membantunya. Padahal,
kehormatan sejati manusia diukur dari ketakwaannya kepada Allah SWT. Indikator
utamanya, secara horisontal, suka membantu orang lain.
Nabi SAW menegaskan, “Sebaik-baik
manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat kepada manusia lain.”
(Riwayat al-Daruquthni).
4. Menyelamatkan manusia dari azab Allah SWT
Selamatnya manusia dari azab Allah SWT pada dasarnya bukan
karena faktor kesalehan dirinya. Sebab, kata Nabi SAW, dalam sebuah Hadits yang
diriwayatkan oleh al-Baihaqi dan Abu Ya'la, “Sungguh telah mencegah azab Allah
SWT. Jika tidak ada anak muda yang khusyu’, orang tua yang bungkuk, hewan-hewan
yang mengeluarkan suara, dan bayi-bayi yang menyusu, niscaya Allah SWT benar-benar
akan menurunkan azab kepada kalian.”
5. Meraih ridha Allah SWT
Cita-cita tertinggi hamba beriman adalah meraih ridha Allah
SWT. Di antara indikator keridhaan tersebut adalah adanya pujian dari-Nya.
Secara gamblang, Allah SWT telah memuji kaum Anshar atas
kepedulian mereka kepada saudara-saudara mereka dari kaum Muhajirin, bahkan
ketika mereka sendiri sangat membutuhkannya. Allah SWT berfirman :
“…Wala yajiduuna fi suduurihim hajatam
mimmaa uutuu wayu’tsiruuna alaya anfusihim walau kana bihim khashashah…”
Terjemahnya:
“... Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap
apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan
(orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam
kesusahan...,“ (Al-Hasyr [59] : 9).
Ridha Allah SWT, sebagaimana diberikan-Nya kepada kaum Anshar
lewat pujian itu, bisa kita peroleh juga lewat kegemaran membantu sesama.
Wallahu a'lam
bish-Shawab***
Sumber : Suara
Hidayatullah
No comments:
Post a Comment