Sunday, April 28, 2013

KEADILAN DISTRIBUSI DALAM EKONOMI ISLAM


Oleh: Dr. Abdul Mannan, SE
Ketua Umum Pimpinan Pusat Hidayatullah


“Kelompok miskin dalam Islam tidak dihujat sebagai kelompok yang malas dan yang tidak suka menabung atau berinvestasi. Ajaran Islam yang paling nyata menjunjung tinggi upaya pemerataan untuk mewujudkan keadilan sosial”
  
Berbeda dengan ilmu ekonomi kapitalis dan sosialis, sistem ekonomi Islam memiliki paradigma syariah, yang berarti tidak lagi berorientasi kepada pasar, melainkan berorientasi syariah (hukum) yang bersumber dari al-Qur'an dan Hadits. Jika dilihat dari dasar dan filosofinya, berorientasi kepentingan dunia dan akhirat, karena filosofi tauhid akan menaungi seluruh aktivitas hidup, bukan hanya sebatas aktivitas ekonomi melainkan terintegrasi kepada semua aspek kehidupan : sosial, ekonomi, budaya, politik, hukum, ilmu pengetahuan, teknologi, bahkan tataran spiritual sekalipun.

Jika sistem kapitalisme menonjolkan individualisme dari manusia, dan sosialisme pada kolektivisme, maka Islam menekan­kan empat sifat sekaligus yaitu : kesatuan (Unity atau Tauhid), keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium atau Al-'Adl wal Ihsan), kebebasan (Free will atau Ikhtiyar), dan tanggung jawab (Responsibility atau Fardh).

Sistem ekonomi Islam berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun Negara Kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena, pertama, Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Seperti tertulis dalam firman-Nya : "Kecelakaanlah bagi setiap yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung." (Al-Humazah [104] : 2). Kedua, kelompok miskin dalam Islam tidak dihujat sebagai kelompok yang malas dan yang tidak suka menabung atau berinvestasi. Ajaran Islam yang paling nyata menjunjung tinggi upaya pemerataan untuk mewujudkan keadilan sosial, seperti yang tercantum dalam al-Qur'an, "Jangan sampai kekayaan hanya beredar dikalangan orang­-orang kaya saja di antara kamu." (Al-Hasyr [59] : 7). Islam berbeda dalam hal kekuasaan negara, yang dalam sosialisme sangat kuat dan menentukan. Kebebasan perorangan yang dinilai tinggi dalam Islam jelas bertentangan dengan ajaran sosialisme.

Ajaran Negara Kesejahteraan (Welfare State), yang berada di tengah-tengah antara kapitalisme dan sosialisme, memang lebih dekat ke ajaran Islam. Bedanya hanyalah, dalam Islam etika benar­-benar dijadikan pedoman perilaku ekonomi sedangkan dalam Welfare State tidak demikian, karena etika Welfare State adalah sekuler yang tidak mengarahkan pada "integrasi vertikal" antara aspirasi materi dan spiritual. Jelas, bahwa dalam Islam pemenuhan kebutuhan materil dan spiritual benar-benar dijaga keseimbangannya, dan pengaturan oleh negara, meskipun ada, tidak akan bersifat otoriter.

Manusia sebagai wakil Allah (khalifah) di dunia tidak mungkin bersifat individualistik karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi. Dari sini, selanjutnya Naqvi merumuskan lima sasaran kebijakan yang ia tarik dari postulat­-postulat etika dasar Islam yakni menyangkut kebebasan individu, keadilan distributif, pertumbuhan ekonomi, pendidikan universal, dan peluang kerja maksimum.

Kita membuktikan bahwa sistem ekonomi Islam dapat mengantarkan pada pencapaian pertumbuhan dan keadilan distributif secara simultan sekaligus menjamin kebebasan individu tanpa mengorbankan kebijakan sosial. Dan, di sinilah letak tugas serta kewajiban Pemerintah dalam mengalokasikan sumberdaya secara adil dan bijak sebagai upaya menekan terjadinya kegagalan pasar. *

Sumber : SUARA HIDAYATULLAH

DUA MODEL MAUT


Oleh : Dr. Ir. Fuad Rumi, MS*

Kali ini mari kita bicara sesuatu yang oleh banyak orang biasanya enggan dibicarakan, yaitu tentang maut. Belum pernah ada seminar membahasnya, dan belum pernah dibicarakan dalam sidang DPR.
Al-Qur'an menggambarkan ada dua cara malakul maut mencabut ruh dari tubuh orang yang sudah tiba ajalnya. Sebutlah itu sebagai dua model maut yang berbeda.
Model pertama, digambarkan oleh al-Qur'an dalam surah al-An'am [6] : 93, "Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat diwaktu orang-orang zalim dalam tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya (sambil berkata) `keluarkanlah nyawamu’ ...
Kedua, digambarkan dalam surah an-Nahl [16] : 32 yaitu, "Orang-­orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan ‘Salaamun `alaikum’, keselamatan atasmu..."
Ketika membaca ini pasti semua tidak ingin maut model pertama dan sebaliknya sangat mengharap maut model yang kedua. Kalau begitu mari kita bicarakan model yang kita tidak ingini saja, yaitu model pertama.
Orang yang mautnya model pertama adalah orang zalim. Siapakah orang zalim ? Sudah ada satu jawaban yang jelas dari al-Qur'an dalam surah Luqman [31] ayat 13, inna sysyirka ladhulmun aziim (sesungguhnya syirik adalah kezaliman yang besar).
Zalim adalah perbuatan aniaya. Jika seseorang berkuasa sewenang-­wenang dan menindas orang yang dikuasainya, maka itu namanya zalim. Jika orang memiliki kekuatan lalu memperlakukan orang-orang lemah sesuka hatinya, maka itu adalah zalim. Jika rakyat kecil menderita lalu semakin ditambah penderitaannya oleh penguasa, maka penguasanya adalah penguasa zalim. Penguasa zalim yang dicontohkan al-Qur'an adalah Firaun. Banyak contoh kezaliman bisa kita sebutkan sendiri menambah deretan daftar orang-orang zalim.
Ada satu model kezaliman yang sekarang lagi melanda negeri kita, yaitu korupsi kelas kakap: korupsi yang dilakukan oleh orang-orang yang rekeningnya sudah gendut semakin ingin gendut dengan cara mengkorup uang negara. Akibatnya, uang yang sedianya akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat kecil menjadi hilang. Logikanya, orang yang sudah kenyang merampas makanan orang yang kelaparan. Apa itu bukan kezaliman ?
Korupsi di negeri kita seperti itulah adanya. Para koruptor sebenarnya adalah orang-orang yang hatinya tega merampas hak-­hak rakyat kecil.
Akibat dari korupsi di negeri ini, tidak bisa disangkal telah menggerogoti sendi-sendi kehidupan bangsa kita. Akibatnya pembangunan sosial dan kesejahteraan rakyat belum pernah bisa tertangani dengan baik. Betapa lukanya hati rakyat setiap kali mengetahui ada sekian triliun rupiah dana negara dikorupsi oleh satu-dua orang saja atau satu golongan saja. Padahal jika dihitung-hitung, dana triliunan itu bisa dipakai untuk membangun ribuan rumah bagi rakyat yang hidup di kolong jembatan, di bantaran sungai dan pinggir rel kereta api. Dana triliunan itu bisa untuk mengobati rakyat miskin yang sakit di mana-mana karena mereka kelaparan.
Para koruptor besar adalah orang-orang yang otaknya encer, yang dengan mudah mengkalkulasi hitungan-hitungan seperti ini. Apalagi jika koruptor itu pejabat negara atau wakil rakyat, dia pasti tahu bahwa itu menggerogoti opportunity rakyat memperoleh kesejahteraan. Nah, jika mereka sudah mengetahuinya namun masih diambilnya juga apakah itu bukan "merampas makanan dari piring orang miskin dan kelaparan ?" Apakah itu bukan perbuatan tega, yang sampai bati menyusahkan orang yang sudah susah ? Sungguh tidak ragu lagi bahwa itu adalah sebuah kezaliman yang nyata.
Lalu, mari kita kembali pada gambaran model maut orang zalim yang diceritakan al-Qur'an tadi, betapa mengerikan. Ketika orang zalim dalam tekanan sakaratul maut, maka malaikat maut memukul dengan tangannya sembari berkata, "Keluarkan nyawamu !" Mari berdoa na'udzu billahi min dzalik. Artinya, mari berjuang tidak menjadi orang zalim. Mari berjuang tidak menjadi koruptor.

*Dosen Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar

Sumber : SUARA HIDAYATULLAH 

Tuesday, April 16, 2013

Berzakat Yuk


Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah Rabb Semesta Alam. Shalawat dan Salam semoga senantiasa tercurah untuk Nabi tercinta, Muhammad bin Abdullah, juga kepada sanak kerabat, para sahabat, dan orang-orang yang tetap konsisten berjalan di atas jalan-Nya hingga hari kiamat. Waba’du.
Diantara wujud keutamaan yang Allah SWT berikan kepada kita adalah petunjuk iman dan bimbingan menuju jalan yang benar. Mengutus Rasul terbaik kepada kita, menurunkan Kitab terbaik dan menganugerahkan kepada kita petunjuk untuk mengikuti syariat-Nya. Karena segala pujian, keutamaan, dan anugerah hanyalah milik Allah SWT.
Allah SWT telah menguji manusia (dengan beragam ujian) semenjak awal penciptaannya. Dia menguji para Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul Ulul Azmisemoga shalawat dan salam senantiasa menyertai mereka. Allah SWT juga mengabulkan permintaan mereka dan membimbing mereka keluar dari beragam ujian dan himpitan. Manusia itu sejatinya seorang tamu (di dunia) dan akan segera melanjutkan perjalanannya (ke akhirat). Maka, manfaatkan dengan cermat segala waktu yang tersisa dan kesempatan-kesempatan untuk berbuat baik. Rasulullah SAW bersabda :
“Manfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara lainnya. Masa mudamu sebelum datang masa tuamu. Sehatmu sebelum datang sakitmu. Kayamu sebelum datang miskinmu. Waktu luangmu sebelum datang waktu sempitmu (sibukmu). Hidupmu sebelum datang matimu.”
Sejatinya, kita hanya memilih salah satu dari dua jalan yang ada, yaitu baik atau buruk. Sebagaimana firman Allah SWT :
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Az-Zalzalah [99] : 7 – 8).
Satu kebaikan di sisi Allah SWT sebanding sepuluh kali lipat pahalanya, bahkan dilipatgandakan hingga tak terhitung banyaknya. Adapun kejelekan, di sisi Allah SWT hanya dihitung satu kesalahan, dan ujungnya adalah ampunan dan maaf dari Allah SWT.
Seorang ahli hikmah bertutur, “Jangan menganggap remeh urusan harta, sebab ia bisa menjadi sarana meraih kemuliaan, menepis musibah, memperkuat memegang dien dan mempererat hati sesama muslimin. Dengan sirnanya harta, manusia menjadi kurang peduli dengannya, lantas disusul kurangnya ketertarikan dan kewibawaan mereka. Siapa yang tidak memiliki daya tarik dan kewibawaan, manusia akan sangat meremehkannya.”
Dengan ini, kami mengajak saudara-saudara sekalian kaum muslimin untuk dapat saling berbagi terhadap saudara-saudara kita yang membutuhkan dengan menyalurkan Zakat, Infak, Sedekah atau Waqaf baik secara langsung atau lewat Rekening Bank BRI Syariah No. Rekening : 712-33-41-2009-4 atas nama Abdul Muis, MB, Kr.r atau Bank BRI Unit Hartaco Somba Opu No. Rekening : 3582-01-014347-53-2 atas nama Abdul Muis, MB, Kr.r.
Demikian semoga Allah SWT yang Maha Kaya menerima dan membalas segala apa yang kita usahakan dengan pahala yang berlipat ganda. Amin ya rabbal ‘alamin.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

WAKTU




Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi Robbil Alamin, Assalatu Assalamu Ala Asrabi ambiyai Wamursalim Wa'alaa Alihi Wa'assabihi Ajmain.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya dengan penuh hikmah bagi setiap manusia, mari kita haturkan salam serta taslim kepada baginda Nabiullah Rasulullah Muhammad SAW. Aku berlindung kepada Allah SWT dari kejahatan nafsuku dan aku mohon syafa'at Nabi dan Rasulku pada hari kemudian nanti Diyaumil Hizab, Amin.
Bapak / lbu, saudara (i) kaum muslimin, muslimat yang sangat berbahagia, perjalanan waktu yang begitu cepat bagaikan air mengalir     yang terus menerus dan tiada henti, begitu juga perkembangan zaman yang begitu cepat seakan berlalu begitu saja dan ini pula yang terjadi dengan diri dan kehidupan kita semua, kalau hari ini kita adalah anak-anak 10 - 20 tahun mendatang Insya Allah kita akan punya anak atau kemungkinan saat ini kita hanyalah seorang cucu., 20 - 40 tahun berikutnya Insya Allah kita akan bercucu itulah perjalanan waktu dan evolusi manusia.
Komitmen Islam akan pentingnya waktu diabadikan di dalam Al-Qur'an dan Sunnah dalam berbagai awal firmannya Allah SWT bersumpah demi Malam atau Siang (QS. Al - Lail : 1 - 2) demi Fajar (QS. Al - Fajr : 1 - 22) demi Dhuha (QS. Ad - Duha : 1 - 2) sebagai klimaks, Allah SWT menegaskan, demi masa, sungguh manusia benar-benar merugi, kecuali mereka yang beriman, dan beramal saleh saling menasehati supaya mentaati kebenaran dan menepati kesabaran itulah arti dari surah Al - Ashar ayat 1 - 3 berkaitan dengan waktu, ada isyarat yang bisa dipetik dari arti surah Al - Ashar yakni yang pertama bahwa waktu adalah hal yang sangat berharga yang harus kita manfaatkan sebaik mungkin maksudnya, kalau kita punya tugas saat ini mari kita selesaikan saat ini dan jika kita punya pekerjaan sekarang, sekarang juga kita kerjakan jangan menunggu hari esok, karena hari esok adalah tugas dan pekerjaan yang baru dan harus kita selesaikan saat itu, ingat ! waktu tidak pernah menunggu kita. Isyarat yang ke-2 yang bisa kita petik QS. Al - Ashar ialah bahwa kebahagiaan ada di setiap saat maksudnya marilah kita terus mengingat Allah SWT dengan zikir dan amal saleh dan berbuat banyak untuk kemaslahatan umat manusia, agama dan negara dan tidak lupa pula memberi contoh dari suri tauladan kepada sesama, nasehat menasehati dalam syariat Islam dan tentu saja bertakaruk ilallah baik siang maupun malam. Dalam pandangan Islam waktu adalah proses akumulasi hidup dan kehidupan manusia. Tak bertepi, namun bergulir terus seiring aktivitas manusia. Siapa yang kehilangan waktu, berarti kehilangan umur, kapan dan dimana saja, waktu terus mengalir, mengiringi alur dan jalur hidup serta kehidupan alam jagat raya dan penghuninya.
Irama gerak alam, peredaran cakrawala, rotasi bulan dan matahari pergantian malam dan siang tertata rapi lewat perputaran waktu. Sulit dibayangkan manakala hidup dan kehidupan ini tanpa daya guna dan hasil guna waktu. Allah SWT telah memberikan contoh konkret betapa alam jagat raya ini dikemas dan dikelolah melalui manajemen waktu yang terstruktur. Semua perputaran masa dan pergantian waktu, wajib dijadikan satu asa sebagaimana firman-Nya, sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal (QS. Al - lmran : 19) bagi seorang muslim, perjalanan dunianya membutuhkan waktu. Untuk itu mereka harus menghargai dan memanfaatkan waktu. Itulah sebabnya, Allah SWT mengingatkan agar kita mewaspadai keberadaan dan keterbatasan waktu. Ruang lingkup waktu bersifat multidimensi. Ada pendek atau panjang, ada yang sesaat maupun berkesinambungan. Menurut ungkapan klasik orang Arab, "Waktu lebih mahal dari pada Emas". Sedangkan orang barat, “Time is Money" keduanya menghargai nilai waktu, tapi sebatas bersifat materialis, sedangkan apresiasi Islam terhadap waktu lebih berfokus bagaimana seorang Muslim mengoptimalkan penggunaan waktu agar dapat menggapai Ridho Allah SWT. Cakupnya meliputi berbagai segi kehidupan, seperti menuntut ilmu. Menggali dan membangun sumber daya, bekerja dan berkarya, budaya guna dan berhasil guna dalam beramal ibadah untuk kemaslahatan pribadi dan orang lain. Lebih jauh Rasulullah SAW mengingatkan kita untuk memelihara 5 perkara sebelum tiba perkara yang 5 yaitu :
  1. Masa hidup sebelum masa mati
  2. Masa sehat sebelum masa sakit
  3. Masa longgar sebelum masa sempit
  4. Masa muda sebelum masa tua
  5. masa kaya sebelum masa miskin.
Sungguh merugi orang Muslim yang tidak menghargat dan mendayagunakan waktu sebab waktu adalah tanda kebesaran, keagungan Allah SWT. Bila pandai memanfaatkannya, bakal besar daya dan maknanya bagi hidup dan kehidupan kita.
Bukankah ketepurukan dan ketertinggalan kaum muslimin saat ini disebabkan oleh rapuhnya penghayatan dan kemalasan dalam memelihara dan memanfaatkan waktu.
Semoga, berjalannya waktu dan bertambahnya usia menjadikan kita lebih bijak dalam berpikir, berbuat dan bertindak yang pada akhirnya, melahirkan kecintaan kepada Allah SWT dan kepada Nabi Junjungan kita Muhammad SAW.
Demikian hikmah yang dapat kita petik dari waktu semoga Allah SWT senantiasa melindungi kita dari kesia-siaan sebaliknya kita mampu memanfaatkan waktu dengan sungguh-sungguh dan sebaik-baiknya, semoga apa yang kami utarakan ini bermanfaat bagi kita semua kurang lebihnya mohon dimaafkan.
Hadanallahu Waiyyakum Ajmain,
Wassalamu Alaikum Wr. Wb.

10 LANGKAH MERAIH CINTA ALLAH



Assalamu Alaikum Wr. Wb. 
Tujuan hidup seorang Muslim adalah memperoleh Ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memasuki surga-Nya. Tujuan ini akan tercapai jika ia menjalani hidup secara mulia, baik sebagai hamba Sang Khalik maupun sebagai makhluk sosial, dan wafat dalam keadaan husnul khatimah.
Adapun tujuan hidup orang kafir hanya untuk memenuhi syahwatul bathn (syahwat perut) dan syahwatul farj (syahwat seks). Maka, aktivitas hidupnya pun hanya untuk memburu sesuatu yang menyenangkan sesaat, tapi kemudian membuat dirinya sendiri kecewa.
Allah Ta’ala berfirman,

Walladziina kafaru wa a’maluhum kasarabi biqiiatii yahsabuhul dzam‘a nu maa ‘an hattaya idza jaa ‘ahu lam yajidhu syai ‘an wa wajadallahu indahu fawaf fayahu hisabahu wallahu sariiul hisab

Artinya : “Dan orang-orang kafir, amal-amal mereka laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu, dia tidak mendapati sesuatu apa pun, dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (An-Nur [24] : 39)

            Jika sudah demikian, mereka lebih rendah dari binatang. Sebab, sebagai makhluk yang memiliki kelebihan akal dan kemampuan spiritual, seharusnya mereka tidak berbuat seperti itu. Panca indera mereka sudah tak lagi berinteraksi dengan ayat-ayat-Nya.
            Allah Ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya kami jadikan (isi neraka Jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati tetapi tidak digunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah). Mereka mempunyai mata (tetapi) tidak digunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak digunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Al-A’raf [7] : 179)

Kiat Meraih Cinta-Nya
           
Seorang Muslim tidak boleh terjebak pada tujuan memburu kenikmatan sesaat sebagaimana yang diderita oleh kaum yang tidak beragama.
Apapun keadaannya seorang Muslim harus menggunakan karunia-Nya secara maksimal untuk mencapai kenikmatan yang bersifat permanen (akhirat).
Bagaimana mewujudkannya ? Bagaimana meraih cinta-Nya ? Berikut langkah-langkahnya.

1.      Selalu mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan melakukan ibadah mahdhah secara istiqamah.

Allah Ta’ala berfirman,

Wa idza sa ‘alaka ibadii annii fa innii qariibun ujiibu da’watad dai idza da’ani falyastajiibuu liwal yu’minuu bi la’allahum yar tsuduun

Artinya : “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Al-Baqarah [2] : 186)

      Dalam Hadits Qudsi, Allah Ta’ala berfirman, “Aku dalam sangkaan hamba-Ku, dan Aku akan selalu bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Kemudian apabila ia ingat Aku dalam dirinya, Aku pun mengingatnya dalam diri-Ku, dan jika ia ingat kepada-Ku dalam satu kaum, maka Aku akan mengingatnya dalam kaum yang lebih banyak dari pada kaum itu. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta. Jika ia mendekati-Ku satu hasta, Aku akan mendekatinya sedepa. Dan jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan kaki, Aku akan datang kepadanya dengan lari-lari kecil.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).

2.      Kecintaan Allah Ta’ala bisa diperoleh dengan menjalankan ibadah nawafil (tambahan / sunnah).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam (SAW) bersabda, “Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amal lebih Aku sukai daripada jika ia mengerjakan amal yang Kuwajibkan kepadanya. Hamba-Ku selalu mendekatkan diri kepada-Ku denan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya, Aku menjadi pendengaran yang ia mendengar dengannya, menjadi penglihatan yang ia melihat dengannya, sebagai tangan yang ia memukul dengannya, sebagai kaki yang ia berjalan dengannya. Jika ia meminta kepada-Ku pasti Ku-beri dan jika ia minta perlindungan kepada-Ku pasti Aku lindungi.” (Riwayat Bukhari).

3.      Kecintaan Allah Ta’ala juga bisa diperoleh dengan mencintai para kekasih-Nya. Merekalah orang-orang yang senantiasa ditolong, dilindungi, dan dibela oleh-Nya.

Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu (RA), Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah Ta’ala berfirman, “Barangsiapaa memusuhi wali-Ku, maka Ku-izinkan ia diperangi.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).

4.      Mengikuti ajaran Rasulullah SAW (ittiba’) sebagai bukti kecintaan kepada beliau.

Allah Ta’ala berfirman :

Qul in kuntum tuhibbunallaha fattabi’unii yuhbib kumullahu wayagfir lakum dzunuu bakum wallahu gafuururrahiim

Artinya : “Jika kamu(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran [3] : 31)

5.      Berperang di jalan Allah Ta’ala dengan shaf yang rapi.

Allah Ta’ala berfirman,

Innallaha yuhibbulladziina yuqatiluuna fi sabiilihi shaffan ka’annahum bun yanum marshush

Artinya : “Sesungguhnya Allah mencintai orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Ash-Shaff [61] : 4)

6.      Sabar ketika diuji dengan penderitaan dan syukur ketika diuji dengan kelapangan.

Allah Ta’ala berfirman,

Wallahu yuhibbush shabiriin

Artinya : “Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran [3] : 146)

7.      Selalu berbuat baik dan suka menolong sesama.

Allah Ta’ala berfirman,

Wallahu yuhibbul muhsiniin

Artinya : “Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Al-Maidah [5] : 93)

      Rasulullah SAW, dari Abu Hurairah RA, juga bersabda, “Barangsiapa melepaskan seorang Mukmin dari penderitaan-penderitaan dunia, niscaya Allah akan melepaskan darinya penderitaan-penderitaan hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan yang sulit niscaya Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup aib seorang Muslim maka Allah akan menutup aibnya di akhirat. Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya.” (Riwayat Muslim).

8.      Bertakwa dan berbuat adil

Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.” (At-Taubah [9] : 7). Dalam ayat lain Allah Ta’ala juga berfirman, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah [60] : 8).

9.      Ikhlas dalam beramal

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang meninggalkan dunia dalam keadaan ikhlas hanya kepada Allah Ta’ala, tidak menyekutukan-Nya, menegakkan shalat, menunaikan zakat, (lalu) ia wafat, maka Allah ridha kepadanya.” (Riwayat Ibnu Majah).

10.  Bertobat dengan tulus

Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri.” (Al-Baqarah [2] : 222).




LEMBAGA ZAKAT INDONESIA (L Z I)
KOTA MAKASSAR – SULSEL INDONESIA

 Lembaga Zakat Indonesia atau disingkat LZI.  LZI dibentuk di kota Makassar pada tanggal 4 Juni 2006 bertepatan dengan 5 Jumadil Awal 1427 Hijriah. LZI berkedudukan dan berpusat di kota Makassar. Sulawesi Selatan.


V I S I 


-       Membangun generasi yang sehat jasmani dan rohani.
-       Mengajak masyarakat peduli pendidikan generasi melalui Zakat, Infaq dan Sedekah (ZIS).
-       Mempererat Ukhuwah Insaniyah dan Ukhuwah Islamiyah agar tercipta persatuan dan kesatuan.
-       Memasyarakatkan semangat Filantropi atau kedermawanan sosial.

M I S I

-       Dengan kepedulian tinggi akan tentram kehidupan manusia seluruhnya.
-       ZIS sebagai wadah untuk Insan Islamiyah dan ladang bekal Ukhrawi.
-       Menyadarkan masyarakat agar peduli nasib sesama lewat Zakat, Infaq dan Sedekah (ZIS)

M O T T O

Hilang satu akan tergantikan sepuluh, seratus bahkan seribu.

F A L S A F A H

Dunia adalah wadah mendulang pahala dan ukhrawi tempat merasakan nikmatnya.

T U J U A N

1.      Tujuan Lembaga Zakat Indonesia (LZI) menghimpun para dermawan / dermawati agar menjadi donatur tetap sekaligus bertindak sebagai orang tua asuh untuk anak yatim piatu yang kurang mampu dan anak terlantar.
2.      Mendorong generasi agar menata diri demi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara yang lebih baik khususnya dalam kehidupan bermasyarakat.
3.      Mengangkat martabat saudara sesama muslim yang kurang mampu.
4.      Mengupayakan berdirinya lapangan kerja.
5.      Bantuan intensif tiap bulan kepada fakir dan miskin yang sangat tidak mampu.
6.      Bantuan intensif untuk anak-anak sekolah sesuai kebutuhan dan tingkatan pendidikan.
7.      Bantuan intensif kepada mereka yang mampu mandiri dalam usaha-usaha tertentu.
8.      Mengajak pemerintah untuk memperhatikan guru mengaji dan guru Taman Pendidikan Al-Qur’an agar diberikan bantuan dana kesejahteraan tiap bulan.
9.      Merealisasikan Keputusan Pemerintah No. 36 Tahun 1998.

F U N G S I

1.      Lembaga Zakat Indonesia (LZI) sebagai pengembangan intelektual dan aqidah.
2.     Lembaga Zakat Indonesia (LZI) menerima Zakat Harta, Infaq dan Sedekah kemudian disalurkan kepada mereka yang berhak.
3.      Mendorong jasa persatuan dan kesatuan di dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
4.     Sebagai Organisasi Masyarakat Islam (Ormasis) yang peduli kepada saudara sesama umat Islam yang kurang mampu sekaligus mewujudkan masyarakat adil dan makmur materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

K E G I A T A N

1.   Untuk mencapai tujuan seperti Pasal 4 diatas, LZI mempunyai kegiatan rutin yaitu pembinaan mental rohani / keimanan melalui bimbingan pelatihan yang sifatnya pribadi maupun kelompok.
2.    Selain kegiatan pada ayat (1) diatas juga dapat dilakukan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat keagamaan, pendidikan, sosial kemasyarakatan, budaya seni, olahraga, dll sepanjang tidak menyimpang dari azas yang tercantum pada Pasal 2.

KEANGGOTAAN, ORGANISASI DAN KEPENGURUSAN

 Yang dapat menjadi anggota LZI ialah :
-       Warga negara Indonesia
-       Guru Mengaji
-       Aktivis Masjid
-       Peminat Keanggotaan tidak terikat pada organisasi dan partai politik.

K E U A N G A N

Keuangan diperoleh dari para Dermawan berupa Zakat, Infaq, Sedekah serta usaha-usaha yang sah dan halal yang tidak mengikat.

PENYALURAN DANA

Penyaluran dana diamanahkan kepada mereka yang dianggap jujur dan bisa dipercaya, begitu pula penarikannya (collector). Penyaluran dana ditujukan kepada :
  1. Anak Yatim Piatu
  2. Anak yang meninggal salah seorang orang tuanya
  3. Sangat tidak mampu
  4. Ststus pelajar
  5. Para Guru Ngaji
  6. Daerah rawan dan terbelakang
  7. Para fakir dan miskin

Thursday, April 11, 2013

ORANG-ORANG YANG TIDAK BERHAK MENDAPATKAN ZAKAT



Adapun golongan orang-orang yang tidak berhak mendapatkan zakat diantaranya:

   1.     Orang-orang Kaya
Orang kaya adalah orang bisa memenuhi kebutuhan dan memiliki kecukupan untuk dirinya sendiri dan keluarganya yang dibawah tanggung jawabnya, berdasarkan sabda Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam, “sedekah (zakat) itu tidak dihalalkan untuk orang kaya”  (HR. Ahmad, Tirmidzi, an-Nasa’i, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).

   2.    Orang yang kuatdan bisa mencari penghasilan
Sabda Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam, “sedekah (zakat) itu tidak dihalalkan untuk orang kaya da orang yang kuat lagi sempurna tubuhnya” (HR. (HR. Ahmad, Tirmidzi, an-Nasa’i, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).
          Maksud orang kuat dan sempurna tubuhnya adalah orang yang kuat dan tidak cacat tubuhnya. dan juga berdasarkan sabda Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam, “tidak ada bagian dari zakat untuk orang kaya dan orang yang kuat lagi bisa mencari penghasilan” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan an-Nasa’i).
          Kemudian dikecualikan dari orang yang kaya dan orang yang kuat lima orang, yaitu: orang yang berhutang, mujahid, pengurus (amil) zakat, orang yang ingin dijinakkan hatinya, dan ibnu sabil. maka mereka berhak mendapat zakat meskipun mereka memiliki uang untuk memenuhi keperluan pokok mereka.

   3.    Orang-orang kafir
Orang-orang kafir tidak diberi zakat, berdasarkan sabda Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam, “zakat itu diambil dari orang-orang kaya diantara mereka dan diberikan kepada orang-orang miskin diantara mereka”  (Muttafaqun Alaih).
Maksud orang-orang miskin diantara mereka adalah orang-orang miskin dari kaum muslimin, kecuali satu golongan yakni orang-orang yang ingin dilunakkan hatinya, karena zakat yang diberikan kepada orang-orang kafir bertujuan untuk menjinakkan hati mereka atau untuk mencegah kejelekan mereka.

   4.    Orang yang dibawah tanggungannya
Zakat tidak diberikan kepada orang yang nafkahnya dibawah tanggungannya. Oleh karena itu, seorang ayah tidak boleh memberikan zakatnya kepada anaknya, karena anak dibawah tanggungannya, dan tidak pula seorang anak memberikan zakatnya kepada ayahnya, berdasarkan sabda Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam, “sesungguhnya penghasilan terbaik seseorang adalah yang dihasilkan dari usahanya, ketahuilah sesungguhnya anaknya adalah hasil dari usahanya” (HR. at-Tirmidzi).

Dan seorang suami tidak boleh memberikan zakatnya kepada isterinya karena nafkah isteri adalah kewajibannya. Akan tetapi ketika karib kerabat tidak termasuk orang-orang yang dibawah tanggungannya, maka disunnahkan memberikan zakatnya kepada mereka jika memang mereka termasuk orang-orang yang berhak mendapatkan zakat. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam, “sedekah kepada orang miskin bernilai sedekah, dan sedekah kepada karib kerabat mendapatkan dua pahala, yaitu pahala sedekah dan pahala menyambung silaturrahmi” (HR. Ahmad, Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah). 

   5.    Ahlul Bait
Ahlul bait adalah Bani Hasyim dan Bani Al-Muthalib berdasarkan sabda Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Zubair radhiyallahu ‘anhu, “sesungguhnya Bani Al-Muthalib dan Bani Hasyim itu satu keturunan” (HR. Al Bukhari).
Dalil tidak bolehnya memberikan zakat kepada mereka adalah sabda Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam, “sedekah itu tidak dihalalkan untuk keluarga Muhammad, sesunguhnya sedekah itu dari kotoran-kotoran dosa manusia” (HR. Muslim).
Akan tetapi, mereka mendapatkan seperlima dari ghanimah dan fa’i, apabila mereka tidak mendapatkan bagian dari ghanimah atau fa’i dan mereka betul-betul sangat membutuhkan sedekah, maka diperbolehkan berdasarkan keumuman dalil yang memperbolehkan melakukan sesuatu yang haram karena darurat, berdasarkan firman Allah Ta’ala:
Ç`yJsù §äÜôÊ$# uŽöxî 8ø$t/ Ÿwur 7Š$tã Ixsù zNøOÎ) Ïmøn=tã 4 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî íOŠÏm§ ÇÊÐÌÈ  
Terjemahnya: “tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Baqarah: 173).