Peradaban modern, yang tak lain
merupakan metamorfosis dari idiologi materialisme dengan lokomotif
globalisasinya, terasa begitu cepat berkembang dan dinamis. Ia bahkan telah
meninggalkan pesaingnya yang mengusung tema lebih menjanjikan, yaitu peradaban Islam.
Padahal,
Islam adalah inspirator peradaban yang telah melahirkan generasi terbaik
sepanjang sejarah manusia, yaitu Rasulullah SAW dan para sahabat. Dahulu
mereka berhasil mewujudkan iman dalam kehidupan nyata. Maka kini, orang-orang
beriman yang telah mengikuti Beliau, seharusnya pun mampu melakukan hal yang
sama. Lalu,
seluas apa ruang lingkup implementasi iman dalam kehidupan nyata yang harus
diwujudkan oleh orang-orang beriman ?
Pertama, Lingkup
Pribadi
Salah
satu keutamaan seorang mukmin adalah sifat berkorban yang tidak dimiliki oleh
manusia kebanyakan, yaitu pengorbanan sebagaimana yang digambarkan oleh Allah
SWT dalam firman-Nya :
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan
jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.”
(Al-Hujurat [49] : 15)
Dengan keimanan itulah
orang-orang mukmin dapat melepaskan diri dari belenggu dan ikatan duniawi yang
sangat materialistis sehingga mereka rela berkorban dengan harta dan jiwanya di
jalan Allah SWT. Karena imanlah mereka lebih memilih perniagaan yang lebih baik
dan menyelamatkan, sekaligus mengundang ampunan dan surga-Nya, serta
pertolongan dan kemenangan dari-Nya.
Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang
beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan
kamu dari azab yang pedih ? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu.”
(Ash-Shaaf [61] : 10 - 11).
Kedua, Lingkup
Masyarakat
Rasulullah
SAW saat membangun masyarakat Islam di Madinah berawal dari mendirikan masjid.
Bahkan secara konsisten Rasulullah SAW dan para sahabat telah menjadikan masjid
bukan sekedar tempat tempat shalat, namun juga tempat membangun masyarakat dan
peradaban. Semangat inilah yang digambarkan Allah SWT dalam firman-Nya :
“Katakanlah,
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam.” (Al-An’aam [6] : 162).
Pembangunan
peradaban Islam yang dimulai dari masjid memberikan pesan bahwa peradaban yang
hendak dibangun itu harus berlandaskan iman dan ilmu. Keduanya saling terkait
dan tidak bisa dipisahkan. Melalui masjid-masjid, peradaban Islam tumbuh dan
berkembang memberi kontribusi yang luar biasa terhadap peradaban dunia karena
bersumber langsung dari Al-Qur’an. Di sisi lain, masjid telah menjadi tempat
lahirnya banyak ulama dan ilmuwan besar Islam. Sayangnya, umat Islam dewasa ini
justru tertinggal peradabannya.
Ketiga,
Lingkup Dunia
Dengan
iman, seseorang akan menjadikan kehidupan dunia ini sebagai sarana untuk
mendapatkan tujuan yang lebih mulia, yaitu kehidupan akhirat. Jika seseorang
rela dengan harta yang sedikit dan tempat tinggal yang sederhana, maka ringan
pula baginya untuk mengeluarkan hartanya, meninggalkan rumah dan keluarganya,
bahkan kehidupannya, demi menggapai ridha Allah SWT. Ketika maut menjemputnya,
baik di rumah maupun di medan jihad, ia menyambutnya dengan gembira. Sebab, ia
yakin bahwa ada surga menantinya.
Orang beriman hampir tidak
pernah memberi sesuatu kecuali untuk mendapatkan ganjaran dari Allah SWT, baik
tunai atau ditangguhkan. Jiwanya selalu menantikan balasan yang adil atas apa
yang pernah diberikannya. Karena hanya perjuangan dan pengorbanan demi agamalah
yang dapat memecahkan persoalan manusia.
Bagi orang beriman, apa saja
yang ia berikan akan kembali padanya berlipat ganda. Harta yang ia berikan dan
apa yang menimpa jiwa dan raganya akan diganti pula oleh Allah SWT. Jika ia mempersembahkan
nyawanya di jalan Allah SWT, lalu ia terbunuh atau mati, pada hakikatnya ia
tidak mati melainkan hidup di sisi Tuhannya dan diberi rezeki.
Allah SWT berfirman :
“…dan apa saja harta
yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup
sedang kamu sedikit pun tidak akan dianiaya.” (Al-Baqarah
[2] : 272).
Menerima dan menjawab ujian dengan baik dan benar.
Tujuan
pokok dari ujian yang diberikan Allah SWT adalah untuk mengetahui mana yang
benar dan mana yang salah. Sebab, hakekat iman yang benar adalah rela berkorban
dengan tenaga, pikiran, dan harta benda, bahkan mempertaruhkan nyawa sekalipun.
Allah
SWT menggambarkan orang-orang yang benar imannya dalam Al-Qur’an Surah
Fushshilat [41] ayat 30 - 31. Mereka, kata Allah SWT, adalah orang-orang yang
mengatakan bahwa, “Allah itu Tuhan kami (Rabbunallah),”
kemudian mereka berpendirian teguh.
Menjadikan iman sebagai semangat gerakan
Bila
kita ingin mencapai apa yang telah dicapai oleh Rasulullah SAW dan para
sahabatnya, maka hendaklah kita memperbaharui iman dan melaksanakan apa yang
menjadi konsekuensinya. Iman itu bukan sekedar retorika, tapi benar-benar
menuntut pelaksanaannya.
Itulah
sebabnya, segala upaya dalam penerapan iman pasti akan menghadapi berbagai
tantangan, yakni :
1.
Godaan
Hawa Nafsu
Allah SWT berfirman dalam
Al-Qur’an Surah Al-Jaatsiyah [45] ayat 23
“Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan
Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati
pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat).
Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”
Orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai Tuhan akan dibiarkan oleh Allah SWT dalam keadaan sesat.
Kemudian, Allah SWT mengunci mati pendengaran dan hatinya, serta menutup
penglihatannya. Jika sudah seperti ini, siapakah yang akan memberinya petunjuk
selain Allah SWT ?
2.
Kesombongan
Sesungguhnya milik
Allah-lah segala yang meliputi langit dan bumi dan apa-apa yang dimiliki
manusia adalah amanah dari-Nya, lantas mengapakah kita sebagai manusia tidak
mengambil pelajaran?
Allah SWT berfirman :
“Ketahuilah !
Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya
serba cukup.” (Al-Alaq [96] : 6 – 7).
3.
Cinta
Dunia
Allah SWT berfirman :
“Adapun orang yang
melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka neraka Jahim lah
tempat kembalinya.” (An-Naazi’aat [79] : 37 – 38).
4.
Dorongan
Syahwat
Allah SWT dalam Surah Ali-Imran
[3] ayat 14, menyebut contoh-contoh kesenangan hidup di dunia yang bisa
mendorong syahwat, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta emas dan perak yang
banyak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, serta sawah dan ladang.
Wallahu
a’lam bish-shawab. ***
Sumber: LZI_News Ed.11
No comments:
Post a Comment