1. Muslim
Lawannya: kafir. Orang kafir tidak dipungut zakat dan juga
tidak diterima zakatnya, baik kafir asli maupun murtad. Allah Ta’ala berfirman:
$tBur óOßgyèuZtB br& @t6ø)è? öNåk÷]ÏB óOßgçG»s)xÿtR HwÎ) óOßg¯Rr& (#rãxÿ2 «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßtÎ/ur wur tbqè?ù't no4qn=¢Á9$# wÎ) öNèdur 4n<$|¡à2 wur tbqà)ÏÿZã wÎ) öNèdur tbqèdÌ»x. ÇÎÍÈ
Terjemahnya: “dan tidak
ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya
melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya dan mereka tidak
mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan
(harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan. (QS. At-Taubah: 54)
Tidak disyariatkan baligh dan berakal, maka
zakat wajib pula bagi anak-anak dan orang gila. Telah datang riwayat-riwayat
dari lima orang Sahabat Nabi shallalahu
‘alaihi wa sallam bahwa mereka mengeluarkan zakat harta anak yatim . Mereka
adalah Umar bin Khattab radhiyallaahu
‘anhu, Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu
‘anhu, ‘Abdullah bin Umar radhiyallaahu
‘anhumaa, Jabir radhiyallaahu ‘anhu, dan
‘Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa.
Yang benar insya Allah adalah wajibnya
zakat pada harta anak kecil dan orang gila, yang dikeluarkan oleh wakilnya, dan
si wakil tersebut harus niat mengeluarkan zakat dari harta mereka (anak kecil
dan orang gila tersebut).
2. Merdeka
Maka
zakat tidak wajib atas hamba sahaya, karena ia tidak memiliki apa pun, dan
hartanya adalah milik tuannya. Juga tidak wajib atas mukaatab, karena ia masih berstatus hamba dan kepemilikannya belum
sempurna.
Nabi shallalahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Mukaatab
adalah seorang hamba yang masih tersisa dari cicilannya satu dirham.” (HR. Abu
Dawud & Irwaa-ul Ghaliil)
3. Memiliki harta sampai Nishab
Nishab adalah jumlah atau ukuran minimal dari suatu harta dimana
harta tersebut harus sudah mulai di keluarkan zakatnya. Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:”(biji-bijian atau buah-buahan) yang kurang dari lima wusuq tidak
wajib dizakati…”
Jika seseorang telah memiliki nishab, maka ia tergolong orang kaya berdasarkan sabda Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam: “…maka
beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah memfardhukan zakat kepada mereka yang
diambil dari orang-orang kaya diantara mereka dan diberikan kepada orang-orang
fakir mereka…” (Muttafaq ‘alaih).
4. Kepemilikannya Sempurna
Yakni tidak terkait dengan hak orang lain, sekira-kira orang
lain itu berhak pula untuk mengelola harta tersebut
5. Telah Haul (Dimiliki selama satu tahun)
Berdasarkan sabda Nabi shallalahu
‘alaihi wa sallam: “Tidak wajib zakat pada harta hingga genap di miliki satu
tahun.” (HR. Ibnu Majah). Artinya, zakat tidak wajib hingga telah berlalu
12 bulan (perhitungan Hijriyyah) semenjak harta tersebut dimiliki.
>> TENTANG HAUL
1.
Haul menjadi syarat wajib zakat
bagi 3 jenis harta:
a.
al-An’aam (yakni unta, sapi dan
domba atau kambing dan sejenisnya),
b.
emas dan perak,
c.
Harga (nilai) barang
dagangan (Al Mughni karya Ibnu Qudamah)
2.
Haul tidak menjadi syarat bagi
beberapa hal:
a.
Harta yang zakatnya
sepersepuluh atau seperduapuluh. Yakni biji-bijian dan buah-buahan. Hal ini
karena yang keluar dari bumi wajib dizakati pada saat panen, sekalipun belum
mencapai setahun, berdasarkan firman Allah Ta’ala:
#qè?#uäur… ¼çm¤)ym uQöqt ¾ÍnÏ$|Áym ( … ÇÊÍÊÈ
Terjemahnya:
“dan tunaikanlah haknya di hari memetik
hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin)…” (QS. Al An’aam: 141)
b.
Anak-anak ternak, karena
diikutkan pada haul induknya. Maka
anak-anak ternak ini dizakati bersama dengan induknya, jika induknya belum
sampai pada nishab maka awal haul terhitung sejak sempurna nishab dengan ditambah anak-anaknya.
Contoh: Seseorang memiliki empat puluh kambing, setiap kambing
memiliki 3 ekor anak, kecuali ada 1 kambing yang memiliki anak 4 ekor. Maka
jumlah seluruhnya ada 121 ekor kambing, sehingga zakatnya 2 ekor kambing.
Demikianlah, sekalipun haul anak-anaknya
belum sempurna. Anak-anak kambing haul-nya
mengikuti haul induknya.
c.
Keuntungan Perdagangan. Haul keuntungan
mengikuti haul modal pokok, jika
modal tersebut mencapai nishab. Adapuun
jika modal tersebut tidak mencapai nishab
maka awal haul terhitung sejak
mencapai nishab setelah dijumlahkan
dengan keuntungan.
d.
Rikaaz, yakni harta terpendam
peninggalan-peninggalan sebelum Islam. [Adapun yang tertimbun setelah Islam
maka namanya luqathah yang memiliki
hokum tersendiri yang berlaku]. Ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu secara marfu’, di dalamnya disebutkan: “…pada rikaaz zakatnya seperlima.” (Muttafaq
‘alaih)
e.
Ma’din, yakni setiap yang
ditambang dari perut bumi berupa barang tambang yang berharga. Jika mencapai
nishab, maka harus dizakati segera setelah ditambang.
>> MENYEGERAKAN
ZAKAT SEBELUM HAUL
Zakat boleh didahulukan, jika ada
sebab yang mewajibkannya, yaitu sempurna nishab-nya.
Ini berdasarkan hadits Ali radhiyallaahu
‘anhu, bahwa al-‘Abbas bertanya kepada Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam tentang menyegerakan zakat sebelum haul. Maka Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam memberinya
keringanan dan mengizinkannya untuk itu (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Jika nishab harta yang telah didahulukan zakatnya itu binasa, maka zakat
yang telah didahulukan itu menjadi shadaqah sunnah (Manaarus Sabiil [I/265]). Adapun jika harta yang telah didahulukan
zakatnya itu telah bertambah satu nishab
atau lebih, maka ia wajib mengeluarkan zakat untuk harta tambahannya tersebut (Al-Mughni [IV/79-88]).
No comments:
Post a Comment